Minggu, 25 Oktober 2015

Senyum itu Sehat dan Ibadah


                        
                                       


Bagi seorang Muslim, senyuman itu sedekah yang murah meriah. Sebab, senyum itu bernilai ibadah dalam Islam. Namun, ternyata senyum juga menyehatkan jiwa dan psikis. Konon, senyum itu sama dengan olahraga ringan 20 menit. Islam memberikan perhatian khusus mengenai senyum. Sebuah hadist  berbunyi, “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah” (HR Tirmizi dan Abu Dzar). 
Hadits yang lain menegaskan, “Tersenyum ketika bertemu saudaramu adalah ibadah” (HR Trimidzi, Ibnu Hibban, dan Baihaqi). Karenanya, Rasul mengingatkan umat Islam untuk tidak meremehkan kebajikan sedikit pun, termasuk senyuman. Beliau bersabda, “Jangan meremehkan sedikit pun dari amal kebaikan, meski hanya sekadar bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri (senyum)” (HR. Muslim).
Adapun dalam perspektif ilmu kesehatan, olahraga terbaik dan paling efektif untuk menyehatkan wajah adalah dengan tersenyum. Selain bisa mengurangi lemak pada wajah, tersenyum juga bisa mencegah munculnya kerutan pada wajah. Dan lagi, senyuman juga dapat memperlancar aliran darah di sekitar syaraf wajah. Orang yang selalu tersenyum akan terlihat memancarkan aura citra positif. Menggerakan satu kali bibir untuk tersenyum, maka ribuan urat saraf yang terdapat dalam seluruh tubuh mengalami pergerakan. Senyum membuat otot di wajah lebih kencang.
Itu pada tingkat subjeknya. Lalu, pada objek yang disenyumi? Setiap orang yang melihat orang lain sedang tersenyum, tentunya akan merasa tentram, nyaman dan tenang. Itulah manfaat senyum yang kemudian menjadikannya bernilai ibadah. Ya! Senyum memang ibadah sosial, walau tak berbentuk materi. Senyum juga bisa mengobati hati yang terluka atau tersakiti. Senyum membuat kita lebih ikhlas. Senyum memberi kesabaran yang menguatkan jiwa. Singkatnya, efek tersenyum ketika Anda berinteraksi dengan sesama, akan memberikan kekuatan positif yang mampu menggerakkan semangat hidup Anda dan orang yang Anda senyumi.  
Dalam catatan Wikipedia, dalam perspektif fisiologis, senyum adalah ekspresi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya, juga di sekitar mata. Kebanyakan orang senyum untuk menampilkan kebahagian dan rasa senang. Jadi, dengan tersenyum Anda akan terlihat kuat dan tabah menghadapi kerasnya kehidupan. Persoalan hidup yang sulit juga -kendati menekan Anda - akan dilupakan sejenak sehingga Anda memiliki kekuatan lebih untuk menyelesaikan persoalan hidup yang lain. Menurut Dr. Aidh al-Qarni dalam La Tahzan, term “senyum” itu sendiri adalah kata yang indah, menarik hati, menyenangkan dan menggembirakan. Setiap orang yang melihat seseorang sedang tersenyum akan merasa damai dan hati diliputi kesejukan. Seperti halnya dalam ibadah puasa. Yang mana seseorang itu pasti akan merasa lapar dan haus. Tapi karena keadaan tersebut dihadapi dengan senyuman, insya Allah akan terasa lebih kuat dalam menahan rasa haus dan lapar. Dan seketika rasa itupun akan hilang.
Maka, dari itu tersenyumlah karena bisa dijadikan sebagai olahraga yang menyehatkan, ibadah bagi Anda serta sedekah bagi orang di sekitar Anda. Apalagi di bulan Ramadhan ini, hendaklah kita dalam melakukan segala hal, sebaiknya dihiasi dengan senyuman. Karena senyuman itu bisa mendatangkan kebaikan dan keberkahan untuk hidup kita. Namun, yang patut ditegaskan, agar senyuman Anda berdampak positif maka senyumlah seikhlas hati. Jangan pernah membungkus senyuman dengan kepentingan yang bernilai negative bagi orang lain. semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang murah senyum…. amien



Jilbab Syar’i (Hijab) : Perintah Allah pada Kaum Hawa

                     


            Dewasa ini, dunia—khususnya Indonesia—sudah tidak asing lagi dengan kain yang menutupi aurat wanita yang kita kenal dengan sebutan jilbab. Jilbab sudah menjadi trend yang menjamur di kalangan wanita di Indonesia. Berbagai kalangan wanita mulai dari remaja hingga orang tua, yang miskin hingga yang kaya, pengrajin hingga pebisnis dan masih banyak lagi, sudah mulai mengenakan jilbab. Bahkan jilbab kini sudah memiliki bermacam-macam gaya atau mode di dunia fashion. Tetapi, sesuaikah jilbab yang kita kenakan dengan perintah Allah? Tulisan ini meninjau sejarah jilbab di Indonesia, pengertian jilbab syar’i, fungsi jilbab bagi muslimah, dan kriteria jilbab yang diperintahkan oleh Allah.
            Pada awalnya penutup kepala di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kerudung (khimar). Tetapi pada awal tahun 1980-an istilah ini berubah menjadi sebutan jilbab. Seiring berlalunya waktu, perkembangan jilbab di Indonesia telah melalui berbagai macam polemik. Mulai dari penggunaannya yang asing bagi kaum wanita terdahulu sampai menjadi trend kaum wanita masa kini. Jilbab sempat menjadi topik yang kontroversial untuk dibicarakan di negeri ini. Bahkan Indonesia pernah mendeskriminasi para muslimah yang berjilbab era tahun 1980-an khususnya yang terjadi pada siswa sekolah menengah ketika itu. Selain itu, deskriminasi terus terjadi di berbagai instansi dengan tidak menerima pegawai yang mengenakan jilbab. Tetapi, pemakaian jilbab kini telah berevolusi. Sejak keluar SK No.100/C/KEP/D/1991 pemakaian jilbab di Indonesia kini tidak seekstrim tahun ‘80-an. Sekarang, siapapun dapat mengenakan jilbab sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
            Jilbab merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw ketika melakukan syiar islam di Madinah. Hanya saja pada masa rasulullah, jilbab dikenal dengan sebutan hijab. Jilbab pada masa Nabi Muhammad saw ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa. Tetapi, kini jilbab mengalami pergeseran makna. Jilbab (Arab: جلباب ) adalah pakaian terusan panjang yang menutupi kepala dan leher yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim.
                Secara terminologi, jika kita membuka kamus yang dianggap standar dalam Bahasa Arab, kita akan menemukan definisi jilbab yang tidak jauh berbeda maknanya. Lisanul Arab menyebutkan jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya. Sedangkan Al Mu'jamal-Wasit: jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis) atau selendang (khimar), atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk menutupi semua tubuh seperti halnya mantel.
            Dari kedua rujukan kamus di atas, dapat penulis simpulkan jilbab adalah selendang atau pakaian longgar yang dipakai oleh wanita untuk menutupi seluruh bagian tubuh agar dapat menghindari fitnah dunia. Seperti yang disebutkan oleh Imam Qurthuby dalam tafsirnya bahwa jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung) sedangkan jilbab yang benar menurutnya adalah kain yang menutupi semua badan. Dari beberapa pengertian dan simpulan mengenai jilbab, tampaklah bahwa sebagian muslimah di Indonesia salah mengartikan jilbab. Sehingga jilbab digunakan sekenanya tanpa memandang kaidah pemakaian yang tepat yang sesuai dengan perintah Allah SWT.
            Definisi lain yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, wanita dapat dikatakan berjilbab apabila : “Membungkus/menutupi seluruh tubuh tak terkecuali wajah. Longgar, tidak sempit dan ketat, kainnya tebal, tidak berbau harum atau sejenisnya, tidak untuk bermewah-mewah atau memamerkan, dan tidak menyerupai kaum laki-laki dan kaum wanita kafir atau musyrikin”. Jilbab dalam surat Al-Ahzab: 59 diartikan sebagai baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah. Sedangkan kerudung (khimar)—yang selama ini diartikan sebagai jilbab—adalah apa-apa yang digunakan sebagai penutup kepala.
            Melalui beberapa definisi jilbab sebenarnya sudah dapat kita ambil informasi mengenai fungsi jilbab bagi para muslimah, yaitu untuk menutupi seluruh bagian tubuh dengan tujuan menghindari fitnah dunia. Tetapi jika ditelisik lebih jauh, ternyata fungsi jilbab tidak hanya untuk menutupi aurat secara keseluruhan. Berikut ini beberapa macam fungsi jilbab bagi para muslimah.
            Pertama, jilbab dapat melindungi muslimah dari berbagai fitnah dunia. Hal yang sangat masuk akal jika dikatakan muslimah yang berjilbab lebih aman dari pada muslimah tanpa jilbab. Hal yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari sudah cukup untuk menggambarkan bahwa perintah berjilbab memang bertujuan untuk menyelamatkan kaum hawa dari berbagai gangguan. Sebagai contoh, muslimah berjilbab hanya akan disapa dengan ucapan salam. Berbeda dengan muslimah tanpa jilbab, mereka cenderung disapa dengan berbagai panggilan “nakal” dari mulut lelaki yang iseng. Di sinilah fungsi jilbab bagi kaum hawa, jilbab ini dapat meredam bentuk daya tarik tubuh yang luar biasa sehingga muslimah dapat terhindar dari berbagai gangguan laki-laki pengumbar hawa nafsu.
            Selanjutnya, jilbab dapat menjadi perisai dari perbuatan yang tercela. Jilbab akan memiliki kemuliaan dalam islam apabila niat kita memakainya hanya karena Allah. Seorang muslimah yang berjilbab akan mampu membentengi dirinya dengan kemuliaan jilbab yang dikenakannya. Apabila dasar pemakaian jilbab tersebut karena kecintaannya kepada Allah SWT, secara otomatis ia akan menjauhi hal-hal yang dapat mendekatkannya pada kebatilan. Jilbab akan menjadi pengingat baginya untuk senantiasa malu melakukan maksiat terhadap Allah. Sehingga identitas ‘muslimah’ yang telah Allah sematkan untuknya dapat terjaga dengan baik.
            Selain itu, jilbab juga berguna bagi kesehatan. Jilbab dapat melindungi kulit dari sinar matahari secara langsung. Apalagi, lapisan ozon semakin menipis akibat pemanasan global yang terjadi di bumi saat ini. Kondisi itu menyebabkan sinar ultraviolet lebih berpotensi untuk mengenai kulit secara langsung tanpa dilapisi oleh lapisan ozon. Pada akhirnya mengakibatkan munculnya penyakit seperti kanker nasofaring, yaitu kanker yang menyerang Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan Kepala Leher (KL). Penyakit lain yang mungkin muncul adalah kanker sel gepeng (sel squama) yang dimulai dari peradangan kulit karena sensitif terhadap sinar matahari dan kanker ganas milanoma yang merupakan pertumbuhan sel-sel kromatin pada sel kulit luar dan lapisan kulit di bawahnya secara tak terkendali. Fiddarain dan Huda (2011: 87) mengemukakan, “Para ilmuan meyakini bahwa sinar UV dapat merusak DNA dalam sel-sel kulit dan mengubahnya menjadi tumor kanker. Adapun daerah paling potensial terkena kanker kulit ialah wajah, lengan dan betis”.
            Beberapa fungsi jilbab seperti paparan di atas membuktikan bahwa Allah begitu sayang kepada makhluk yang disebut muslimah. Tetapi, banyak muslimah tidak bisa merasakan kasih sayang Allah yang begitu besar kepadanya. Sehingga, dengan sekenanya memakai jilbab tanpa memperhatikan kaidah pemakaian jilbab yang sesuai dengan syari’at islam. Padahal Allah telah memberitahukan kaidah pemakaian jilbab dengan benar. Berikut ini tata cara/kaidah pemakaian jilbab yang sesuai dengan perintah Allah SWT.
            Hal paling utama yang harus diperhatikan ketika mengenakan jilbab yaitu jilbab yang dikenakan haruslah menutupi dada. Karena Allah pun telah menegaskan hal ini melalui surat An-Nuur: 31, “...Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dada-dada mereka...”. Al-Qur’an telah memperingatkan sejak lebih dari 1432 tahun yang lalu. Hal ini berarti Allah benar-benar memuliakan status seorang muslimah. Sehingga para muslimah dapat terjaga dari pandangan laki-laki.
            Kemudian, jilbab tidak tipis dan transparan. Model jilbab zaman dahulu berbeda dengan model jilbab zaman sekarang. Seiring berlalunya waktu, perkembangan model jilbab telah berevolusi menjadi semakin modern. Sekarang ini banyak sekali model-model jilbab trendy dengan bahan yang tipis dan transparan. Sehingga ketika digunakan masih menampakkan bagian tubuh yang berada di balik jilbab. Padahal tujuan menggunakan jilbab yang sebenarnya untuk menutupi aurat. Tetapi, bahan jilbab yang transparan justru mengurangi nilai ibadah seorang muslimah kepada Allah SWT.
            Selanjutnya, hal yang tak kalah penting yaitu jilbab tidak boleh ketat hingga menonjolkan bagian-bagian dari kepala. Hal ini dimaksudkan agar jilbab tidak kehilangan fungsinya untuk menutupi bagian-bagian kepala seperti rambut dan leher. Misalnya rambut. Sebagian wanita di muka bumi ini menyisir rambutnya dan menyanggulnya. Jika muslimah berjilbab dengan tetap menonjolkan bentuk sanggul seperti punuk unta di balik jilbabnya, Rasulullah saw menjaminnya tidak akan mencium bau surga sedikitpun. Sabda Rasulullah saw, “Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tetapi hakihatnya mereka telanjang, laknatlah mereka karena mereka itu terlaknat”. Maksudnya, wanita yang berpakaian tipis sehingga menampakkan lekuk tubuhnya sama saja hakikatnya dengan wanita yang telanjang, karena jilbab yang dikenakannya tidak sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah.

            Melalui uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan kaum hawa menutupi aurat dengan jilbab bukanlah untuk menyusahkan mereka, tetapi justru Allah begitu mencintai makhluk unik bernama muslimah. Allah tidak pernah mempersulit hamba-Nya dengan aturan-aturan yang terdapat dalam islam. Aturan-aturan itu dibuat justru untuk melindungi hamba-Nya dari azab di dunia dan di akhirat. Begitu sayangnya Allah kepada kita. Mari sayangi diri kita dengan mulai memperbaiki diri. Kembali menyadari, sudahkah saya memenuhi kaidah pemakaian jilbab sesuai perintah Allah?









BERSAHABAT DENGAN AL-QUR'AN

                   


                                          

Melihat judul di atas mungkin sebagian orang akan menyangka bukankah Al-Qur’an benda mati? untuk apa kita bersahabat dengannya? Perlu kita kembali dengar pepatah yang mengatakan seseorang dilihat dari teman (sahabatnya). Barangsiapa yang bersahabat dengan tukang minyak wangi maka akan ketularan bau wanginya, siapa yang dekat dengan pandai besi maka sangat mungkin terciprat bara apinya.
Nah sekarang yang menjadi pertanyaan Mengapa harus Al-Qur’an? Yang pertama dijawab adalah karena Al-Qur’an adalah kalam Allah, tidak ada sedikit pun perkataan manusia, bahkan ketika manusia di tantang untuk membuat satu surat pun tak akan bisa, karena Al-Qur’an dibuat dan diturunkan dengan ilmu Allah. Perhatikanlah Firman Allah berikut ini: “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam”, (QS. 26:192). “dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin”, (QS. 26:193). Atas kehendak Allah, Al Qur’an diturunkan dari Lauhul Mafuzh di bawa oleh Ar Ruh Al-Amin (ada yang mengartikan Jibril), ke dalam hati manusia (Muhammad), agar supaya beliau dapat memberi peringatan kepada manusia. Hati yang dimaksud di sini adalah qalbu yang ghaib, karena Al Qur’an pun ghaib pula. Tidak mungkin tulisan di atas kertas itu dapat masuk ke dalam hati seseorang. Al Qur’an tidak dapat dibuat oleh manusia maupun jin.
            kita tahu bahwa apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah, termasuk manusia dimana layaknya seorang pemilik sesuatu berarti dia berhak dan tau apa-apa yang mesti dilakukan terhadap barang yang dimilikinya. Intinya diri kita ini adalah hanya pinjaman dari Allah yang kapan saja Dia bisa mengambilnya ketika sudah sampai waktunya, maka dari itu adalah wajib bagi kita untuk bersyukur. Lantas bentuk kesyukuran itu yang seperti apa? Tentu yang sesuai dengan keinginan Allah, karena bersyukur itu ternyata bermakna dengan mengikuti apa yang Allah mau sesuai aturan Allah.
Kembali pada persahabatan kita dengan Al Quran, bahwa ketika kita berinteraksi dengan Al-Qur’an entah itu membaca, memahami maknanya, atau menghafalnya maka kita gunakan seluruh potensi dari tubuh ini. Mata kita gunakan untuk melihat, mulut komat-kamit membaca atau mengejanya, tangan kita pakai untuk memegangnya, otak berkonsentrasi, telinga mendengar, kaki ditata untuk duduk nyaman, suara, pernafasan, semuanya kita berdayakan. Subhanallah karena apa? Karena kelak kita akan dihisab, ketika tubuh dan seluruh anggotanya kita gunakan untuk berinteraksi dengan Al Quran, maka Allah pun ikut bangga dan senang. Namun sebaliknya jika tubuh dan seluruh anggotanya lebih banyak untuk bermaksiat maka rugilahkita.
Mengapa harus menjadi sahabat Al-Qur’an? Ya karena kita adalah muslim, dan sepantasnyalah menjadikan apa-apa yang baik menjadi sahabatnya. Sahabat diartikan yang selalu menyatu, satu irama, satu tujuan. Sehingga ketika yang kita jadikan sahabat baik dalam hal ini Al-Qur’an maka pastilah kita menjadi baik. Oleh karena itu Al-Qur’an selain menjadi hukum Islam yang pertama dialah pedoman hidup juga bagi umat Islam.  Maka tak heran jika generasi sahabat yaitu salafushalih adalah generasi terbaik sepanjang masa di dunia. Mengapa demikian yak arena mereka para sahabat menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat. Mereka adalah generasi pertama umat ini yang telah mendapat rekomendasi dari Allah dan RasulNya, telah mendapatkan keridhaan dari Allah Azza Wajalla. Karena mereka orang-orang yang langsung menerima dan mempelajari agama dari Rasulullah SAW. Amalan dan Aqidah mereka telah disaksikan Rasulullah.
Begitu luas dan panjangnya perjalanan hidup ini menyebabkan manusia tidak menentu arah dan tujuan hidupnya. Sehingga terkadang manusia tidak menentu kemana arah dan tujuan hidupnya. Di balik Allah menurunkan Al-Qur’an kepada manusia terdapat dua tujuan: pertama, sebagai jalan menuju kepada-Nya dan kedua sebagai cahaya pelita kehidupan. Seorang Muslim apabila jauh dari nilai-nilai kitabulloh dan Al-Qur’an tidak dijadikan sahabatnya, maka hidupnya akan mudah diperdaya oleh rayuan dan bisikan setan. Karena dengan bersahabat dengan Al-Qur’an, kita pun dapat mengenali cara tipu daya setan. Maka dari itu, di bulan suci Ramadhan ini. Kita harus memperbanyak baca Al-Qur’an, berdzikir, mendekatkan diri kepada Allah serta melakukan amalan-amalan yang diridhoi oleh-Nya.






TAFSIR AYAT TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

         Sebagaimana yang kita ketahui Negara kita Indonesia adalah negara yang besar. Hal itu bisa dibuktikan dari berbagai macam keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keanekaragaman tersebut antara lain meliputi, suku, bangsa, bahasa, ras, termasuk di dalamnya agama. Keanekaragaman ini ibarat dua sisi mata pedang, di sisi lain dia bisa menjadi aset berharga untuk bangsa kita namun d isisi lain ia justru bisa menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
             Hal di atas menunjukkan pembenarannya kalau kita perhatikan beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Banyak konflik yang terjadi di sebabkan oleh perbedaan – perbedaan di atas, sebagai contoh : Perang Saudara di Ambon, Tragedi Priok ,Peristiwa Lampung, dan mungkin yang paling hangat di dalam ingatan kita bermunculannya aliran sesat seperti kasus Ahmadiyah, nabi palsu, dan lain sebagainya.
            Munculnya beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini sungguh memprihatinkan. Nilai – nilai mulia tersebut mulai tergerus oleh sebuah sikap yang bernama egoisme . Konflik – konflik dalam beragama sering kali diselesaikan dengan cara – cara yang tidak dewasa dan terkadang dengan sikap anarkisme. Disinilah letak pentingnya peran ajaran agama sebagai lembaga kontrol sosial terhadap berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Agama Islam khusunya melalui kitab sucinya Al-Qur’an telah mengatur pola hubungan antar umat beragama seperti yang akan di jelaskan melalui makalah ini.


B.     RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1)     Bagaimana tafsir ayat-ayat tentang hubungan antar agama?
2)      Bagaiamanakah sikap hubungan antar agama?
3)      Apakah hikmah mempelajari ayat-ayat tentang hubungan antar agama tersebut?

C.    TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Untuk mengetahui hadist dan tafsir ayat-ayat tentang hubungan antar agama.
2)      Untuk mengetahui sikap hubungan antar agama.
3)      Untuk mengetahui hikmah mempelajari ayat-ayat tentang hubungan antar agama tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN


A.   TAFSIR AYAT TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA

     Dalam pembahasan ayat-ayat tentang hubungan antar agama, terdapat di dalam beberapa ayat Al-Quran, sebagai berikut :

1..    Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 8 9

۞عَسَى ٱللَّهُ أَن يَجۡعَلَ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَ ٱلَّذِينَ عَادَيۡتُم مِّنۡهُم مَّوَدَّةٗۚ وَٱللَّهُ قَدِيرٞۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٧ لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٨ إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٩

7. Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil
9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim


          Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Tuhan hanya melarang kamu berkawan setia dengan orang-orang yang terang-terang memusuhimu, yang memerangi kamu, yang mengusir kamu atau membantu orang-orang yang mengusirmu seperti yang dilakukan musyrikin Makkah. Sebagian mereka berusaha mengusirmu dan sebagian yang lain menolong orang yang mengusirmu. Adapun orang-orang yang menjadikan musuh-musuh itu sebagai teman setia, menyampaikan kepada mereka rahasia-rahasia yang penting dan menolong mereka, maka merekalah yang dzalim karena menyalahi aturan perintah Allah.

            Banyak di temui dalam sejarah: orang-orang kafir yang membantu kaum muslimin dalam perjuangan Islam seperti dalam penaklukan Spanyol dan penaklukan Mesir. Mereka mengusir orung-orang Romawi dengan bantuan orang Qibti. Banyak pula di antara orang-orang kafir yang diangkat sebagai pegawai pada kantor-kantor Pemerintah di masa Umar bin Khattab dan pada masa kerajaan Umawiyah dan `Abbasiah, bahkan ada di antara mereka yang diangkat menjadi duta mewakili pemerintah Islam.
         Demikianlah Allah telah menjelaskan ayat-ayat Nya kepada kaum muslimin supaya diperhatikan dengan sebaik-baiknya agar jangan terperosok ke dalam jurang kebinasaan karena kurang hati-hati dan tidak waspada dalam berteman akrab dengan orang-orang kafir itu.[1]
        Dalam Al-Qur’an menggambarkan adanya orang-orang penganut agama lain (Yahudi, Nasrani, Penyembah Bintang, dan lain-lain). Allah mengajarkan kita untuk memiliki hubungan baik antar umat beragama. Dan apabila kita tidak menjaga hubungan baik antar umat beragama, pastinya akan timbul konflik-konflik atau permusuhan yang tidak kita inginkan dan akan merugikan orang-orang disekitarnya.



2.  Q.S. Al-Kaafiruun Ayat 1-6

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١  لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢  وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣  وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥  لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦ 


Artinya:

1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."


Secara umum (global), beberapa hal yang ditegaskan dengan berbagai bentuk penegasan yang tergambar secara jelas di bawah ini :[2]

Pertama
Allah memerintahkan Rasul-Nya  Sallallahu’allahi wa Sallam untuk memanggil orang-orang kafir dengan Khitab(panggilan) ‘yaa ayyuhal kafirun’ (wahai orang-orang kafir), padahal Al-Qur’an tidak biasa memanggil mereka dengan cara yang semacam ini. Yang lebih umum digunakan dalam Al-Qur’an adalah khitab semacam ‘yaa ayyuhan naas’(wahai sekalian manusia) dan sebagainya.
Kedua
pada ayat ke-2 dan ke-4 Allah memerintahkan Rasullullah Shallallahu’allahi wa Sallam untuk menyatakan secara tegas, jelas dan terbuka kepada mereka, dan tentu sekaligus kepada setiap orang kafir sepanjang sejarah, bahwa beliau (begitu pula umatnya) sama sekali tidak akan pernah (baca: tidak dibenarkan sema sekali) menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
Ketiga
pada ayat ke-3 dan ke-5 Allah memerintahkan Rasullullah shallallahu’allahi wa sallam untuk menegaskan juga dengan jelas dan terbuka bahwa, orang-orang kafir pada hakikatnya tidak akan pernah benar-benar menyembah-Nya. Dimana hal ini bisa pula kita pahami sebagai larangan atas orang-orang kafir untuk ikut-ikutan melakukan praktek-praktek peribadatan kepada Allah sementara mereka masih berada dalam kekafirannya. Mereka baru boleh melakukan berbagai praktek peribadatan tersebut jika mereka sudah masuk ke dalam agama Islam.
Keempat
Allah lebih menegaskan hal kedua dan ketiga diatas dengan melakukan pengulangan ayat, dimanana kandungan ayat ke-2 diulang dalam ayat ke-4 dengan sedikit perubahan redaksi nash,sedang ayat ke-3 diulang dalam ayat ke-5 dengan redaksi nashyang sama persis.Adanya pengulangan ini menunjukan adanya larangan yang bersifat total dan menyeluruh,yang mencakup seluruh bentuk dan macam peribadatan.
Kelima
Allah memungkasi dan menyempurnakan semua hal diatas dengan penegasan terakhir dalam firman-Nya : ‘Lakum dinukum wa liya diin’(bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku). Dimana kalimat penutup yang singkat ini memberikan sebuah penegasan sikap atas tidak bolehnya pencampuran antar agama Islam dan agama lainnya. Jika Islam ya Islam tanpa boleh dicampur dengan unsure-unsur agama lainnya dan demikian pula sebaiknya. Ayat ini juga memupus harapan orang-orang kafir yang menginginkan kita untuk mengikuti dan terlibat dalam peribadatan-peribadatan mereka.


3.         Q.S ALI IMRAN AYAT 118.

ٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ بِطَانَةٗ مِّن دُونِكُمۡ لَا يَأۡلُونَكُمۡ خَبَالٗا وَدُّواْ مَا عَنِتُّمۡ قَدۡ بَدَتِ ٱلۡبَغۡضَآءُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَمَا تُخۡفِي صُدُورُهُمۡ أَكۡبَرُۚ قَدۡ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ ١١٨

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

        Terhadap orang-orang yang memusuhi ummat islam, Allah SWT mengingatkan agar bertindak waspada dan hati- hati. Mereka senantiasa mengintai orang-orang islam untuk satu saat menjatuhkannya, namun Allah SWT sama sekali tidak menyebutkanagama sebagai faktor yang menyebabkan mereka memusushi orang islam.[3]
Pada ayat ini Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar jangan bergaul rapat dengan orang-orang kafir yang telah nyata sifat-sifatnya yang buruk itu, jangan mempercayai mereka dan jangan menyerahkan urusan-urusan kaum muslimin kepada mereka. Menurut Ibnu Abbas ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan sebagian kaum muslimin yang berhubungan rapat dengan orang-orang Yahudi Madinah karena bertetangga dan adanya perjanjian damai antara mereka.
Dapat dipahami dari padanya bahwa Allah melarang mengambil orang-orang kafir yang telah nyata kejahatan niatnya terhadap orang mukmin sebagai teman akrab mereka itu adalah orang-orang musyrik, Yahudi, munafik dan lain-lain.
Maka janganlah orang mukmin bergaul rapat dengan orang-orang kafir yang mempunyai sifat yang dinyatakan dalam ayat ini yaitu mereka yang:
a.Senantiasa menyakiti dan merugikan kaum muslimin dan berusaha menghancurkan mereka.
b.Menyatakan terang-terangan dengan lisan rasa amarah dan benci terhadap kaum muslimin. mendustakan Nabi Muhammad saw dan Alquran dan menuduh orang-orang Islam sebagai orang-orang yang bodoh dan fanatik.
c.Kebencian dan kemarahan yang mereka ucapkan dengan lisan itu adalah amat sedikit sekali bila dibandingkan dengan kebencian dan kemarahan yang disembunyikan dalam hati mereka. Tetapi bila sifat-sifat itu telah berubah menjadi sifat-sifat yang baik atau mereka tidak lagi mempunyai sifat-sifat yang buruk itu terhadap kaum muslimin maka Allah tidak melarang untuk bergaul dengan mereka.



B.   SIKAP ANTAR AGAMA

Sikap antar agama  :[4]
a. Terjalin hubungan saudara atau persaudaraan antara agama , Nabi saw. bersabda : المسلم اخو السلم لا يظلمه ولا يحذله ولايخذبه ولا يحقرهArtinya : “Orang muslim menjadi saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menganiaya sesamanya, membiarkannya, berdusta, dan tidak boleh menghinakannya”. HR. Muslim
 b. Mendasarkan semua prilakunya akan ketaqwaan kepada Allah swt.
c. Saling hormat menghormati dan tidak boleh saling meremehkan.
d. Tidak boleh curiga mencurigai, harus selalu ditumbuh kembangkan sikap husnuddhan.
e. Selalu menjaga nama baik saudaranya, tidak boleh mencari-cari kesalahan orang lain.
f. Menjadikan perbedaan warna kulit dan keturunan serta ras dan bangsa untuk saling ta’aruf, mengadakan hubungan timbal balik secara baik.
g. Gotong royong atau tolong menolong dalam masalah kebaikan dan banyak lagi yang lainnya. Semua sifat dan sikap serta usaha untuk menciptakan kerukunan dan perdamaian telah dicontohkan oleh Nabi saw. selama masa hidup beliau yang pada saat ini sudah terkonsep dalam “Akhlaqul Karimh”,dan yang harus dijauhi oleh setiap muslim dalam setiap pergaulannya terkumpul dalam konsep “Akhlaqul Madzmumah”


C.   HIKMAH MEMPELAJARI TAFSIR AYAT HUBUNGAN ANTAR AGAMA

Hikmah mempelajari tafsir ayat-ayat hubungan antar agama diatas, dapat dirincikan sebagai berikut:
1.      Islam tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan adil kepada orang-orang kafir yang hidup sebagai rakyat negara Islam dengan jaminan perlindungan dari negara atau orang-orang kafir yang hidup sebagaii rakyat negara kafir, tetapi mempunyai perjanjian dengan negara Islam.
2.      Allah memberikan dispensasi kepada kaum mu’min untuk melakuka hubungan mu’amalah dengan kaum kufar yang tidak memusuhi dan memerangi mereka.
3.      Orang mu’min diwajibkan untuk berlaku adil kepada kaum kufar, yaitu dengan cara memelihara dan menjamin hak, kehormatan, kemuliaan dan harta serta kebolehan bergaul dengan mereka, meskipun tetap tidak menjadikan mereka sebagai teman setia. Sebaliknya berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang kafir yang menyerang dan memerangi kaum muslimin dan agmanya jelas dilarang.
4.      Secara umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain dan penganut-penganutnya.
5.      Islam memberikan ketegasan sikap ideologis berupa penolakan total terhadap setiap bentuk kesyirikan aqidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang terdapat didalam agama-agama lain
6.      Tidak ada boleh ada pencampuran antara Islam dan agama-agama lain dalam bidang-bidang akidah, ritual ibadah dan hukum.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
        Semua agama mengajarkan kasih sayang, cinta, kedamaian, kebajikan, persaudaraan dan sejumlah nilai-nilai kemanusiaan secara normative dan ideal. Semoga Allah menjadikan diantara manusia dengan musuh-musuhnya rasa kasih sayang setelah kebencian, rasa cinta setelah permusuhan dan percekcokan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga Dia dapat mempersatukan hati-hati yang bermusuhan, Allah Maha Pengampun terhadap orang-orang yang bertaubat dari kesalahan.
       Berdasarkan ayat-ayat diatas, dapat diketahui bahwa agama Islam bukanlah faktor yang menjadi penghambat dalam membina hubungan antar pemeluk agama. Islam telah menawarkan konsep tolenransi yang sangat rasional. Namun dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi.
      Alquran telah meletakkan ajaran tentang kerukunan hidup antar umat beragama secara adil dan proporsional. Allah tidak melarang umat muslim untuk berlaku baik dan adil terhadap setiap orang termasuk kepada non muslim. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap orang menanakan sikap tolenransi dan sikap saling tolong-menolong antar umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Saran
          Kepada para mahasiswa/mahasiswi, penulis menyadari banyaknya kekurangan dari penulisan makalah ini, oleh karena itu disarankan kepada seluruh pembaca, supaya mencari dan dan membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan materi yang berkaitan dengan tafsir ayat-ayat hubungan antar agama.



DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2002.   
Ibnu Katsir, Tafsir Juz ‘Amma, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2007.
Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani), 2008.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Jakarta: Pustaka Sahifa), 2007.
Muhammad Husein Adz-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir, (Jakarta: Kalam Mulia), 2007, hh. 188-189










[1] Muhammad Husein Adz-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir, (Jakarta: Kalam Mulia), 2007, hh. 188-189
[2] Ibnu Katsir, Tafsir Juz ‘Amma, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2007, hal. 376.
[3] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2002, hal. 218.

[4]http://materipai.sman1jember.sch.id/PELENGKAP/2.16%20KERUKUNAN%20UMAT%20BERAGAMA.pdf

KerjaSama Orang Tua dengan Guru Dalam Pembentukan Akhlak siswa Pada Tingkat MI Di Yayasan Wathoniyah 5 ulu Laut Palembang

CONTOH PROPOSAL TESIS PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Agama Islam sangat menjunjung tinggi tingkah laku atau akhlak ya...