TAFSIR AYAT TENTANG PEMBINAAN GENERASI MUDA
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Generasi muda adalah kata yang mempunyai banyak
pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu
maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih mempunyai jiwa, semanga dan ide
yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang
mempunyai pemikiran yang visioner. Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya
didobrak oleh generasi mudanya, terlepas dari apakah pemuda itu perlu
digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah
diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti
akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangt. Pelopor yang
melakukan langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik
dan kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi
ciri utama yang melekat pada pemuda tetap jika kita menyaksikan mayoritas umat
Islam saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar umat berada pada keadaan
yang sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak memiliki
bobot dan tidak memiliki nilai.
Jika dilakukan analisis secara mendalam dari sudut
pandang agama maka akan ditemukan beberapa ayat yang menyangkut masalah
pembinaan pemuda, makalah ini berusaha membahas beberapa ayat yang menyangkut Pembinaan
Generasi Muda dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
kaitan surah an-nisa ayat 9 dengan pembinaan generasi muda?
2.
Bagaimana
kaitan surah an-nisa ayat 95 dengan pembinaan generasai muda?
3.
Bagaimana
kaitan surah at-tahrim ayat 6 dengan pembinaan generasi muda?
4.
Bagaimana
kaitan surah at-taghabun ayat 14-15 dengan pembinaan generasi muda?
BAB
II
PEMBAHASAN
Surat
An-Nisa Ayat 9
.سَدِيدًاقَوْلاًوَلْيَقُولُواْاللّهَفَلْيَتَّقُواعَلَيْهِمْخَافُواْضِعَافًاذُرِّيَّةًخَلْفِهِمْمِنْتَرَكُواْلَوْالَّذِينَوَلْيَخْشَ
“Dan
hendaklah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka – (hendaklah)
mereka takut. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.”
Kosak Kata
Anak-anak yang lemah: ضِعَافًا
Perkataan yang benar: سَدِيدًاقَوْلاً
Munasabah dengan ayat
sebelumnya
Ayat
tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara
dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim. Yaitu ayat yang mengharamkan
memakan harta anak yatim serta perintah untuk menyerahkan harta tersebut
apabila anak yatim itu telah dewasa, serta larangan memakan mas kawin kaum
wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Asbabun nuzul
Pada
suatu waktu Rasulullah SAW datang kepada Sa’ad bin Abi Waqash yang kala itu
sedang sakit keras. Sa’ad berkata: “Wahai Rasulullah, kami seorang kaya raya
yang tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah boleh aku
menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?. “Tidak boleh”, Jawab Rasulullah.
Kemudian Sa’ad berkata lagi: “Adakah separuh dari harta kekayaanku?”. Jawab
Rasulullah: “Tidak!”. Kata Sa’ad: apakah sepertiga itu sangat banyak”. Kemudian
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan
kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan ahli waris yang miskin meminta-minta
kepada umat manusia”. Sehubungan dengan sabda Rasulullah maka turunlah ayat
ini.
Kandungan Surat An-Nisa
Ayat 9
Allah
memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya
mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah
terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu
selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah
lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggungjawab mereka. Perlakukanlah
mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri. (Dan hendaklah bersikap
waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya
meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal
mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil
(mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka
lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang
terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka
ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya
menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para
ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
Selanjutnya
ayat 9 diatas menganjurkan jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai
calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik fisik maupun mental. Pesan
tersebut disampaikan terutama bagi mereka yang diberikan wasiat dan menjadi
wali bagi anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara
anak yatim dengan baik juga menjaga harta anak yatim yang dititipkan kepadanya.
Orang yang diberi wasiat tersebut harus pula membina akhlak anak yatim dengan
memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan
berakhlak mulia.
Surat
An-Nisa ayat 95
وَأَنْفُسِهِمْبِأَمْوَالِهِمْاللَّهِسَبِيلِفِيوَالْمُجَاهِدُونَالضَّرَرِأُولِيغَيْرُالْمُؤْمِنِينَمِنَالْقَاعِدُونَيَسْتَوِيلا
الْحُسْنَىللَّهُاوَعَدَوَكُلدَرَجَةًالْقَاعِدِينَعَلَىوَأَنْفُسِهِمْبِأَمْوَالِهِمْالْمُجَاهِدِينَللَّهُافَضَّلَ
عَظِيمًاأَجْرًاالْقَاعِدِينَعَلَىالْمُجَاهِدِينَاللَّهُوَفَضَّل
“Tidaklah
sama antara mu’min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai
uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Kosak Kata
Tanpa ada udzur:الضَّرَرِأُولِيغَيْرُ
Bersungguh-sungguh,
jihad:الْمُجَاهِدِينَ
Munasabah
Hubungan
ayat ini dengan ayat setelahnya ialah Allah mengatakan pada ayat 95 bahwa Allah
akan menyukai orang-orang yang ingin berjihad di jalan Allah dan pada ayat 96
Ia kemudian menegaskan dengan firmanNya: “ Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa
derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang”.
Asbabun Nuzul
Pada
waktu Zaid bin Tsabit diperintahkan oleh Nabi SAW agar menulis ayat yang baru
diturunkan yang berbunyi: Laa yastawil-qaa’uduuna minal mukminiina datanglah
Abdillah bin Ummi Maktum seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku sangat cinta
dan berharap untuk mengikuti jihad meluhurkan agama Allah. Tetapi aku adalah
seorang yang beruzur (buta)”.
Kandungan
Surat An-Nisa ayat 95
Orang-orang
mukmin yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat
demikian. Akan tetapi ayat ini mengemukakan hal tersebut adalah untuk
menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian
besarnya. Sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amat tinggi.
Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka
dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai
derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad sama-sama kaum mukminin
lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan
itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud
yang dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan
derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang
yang tidak berilmu.
Ayat
ini memberikan pengertian bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan itu jauh
lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang tidak berilmu. Apabila
orang-orang yang tidak berilmu diberitakan tentang kekurangan derajatnya itu,
semoga tergeraklah hati mereka untuk mencari ilmu pengetahuan dengan giat,
sehingga dapat meningkatkan derajat mereka kepada derajat yang tinggi.
Ayat
ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum muslim ini ada
orang-orang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan
perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap
yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah , dibanding dengan
derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Sementara
itu ada pula diantara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut berjihad, akan
tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak dapat mereka laksanakan karena
mereka beruzur, misalnya: karena buta, pincang, sakit dan sebagainya, dan
merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan. Orang-orang semacam
itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad , melainkan
disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa
raga mereka. Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang bener-bener
berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang
lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad karena uzur.
Namun golongan itu akan mendapat pahala dari Allah, karena iman dan niat mereka
yang ikhlas.
Pada
akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang
jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak
berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad “dengan harta benda” ialah:
menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan
orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa
makanan, atau kendaraan., senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan “jiwa
raga” berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya,
yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain,
karena ia tidak mempunyainya.
Surat
At-Tahrim 6
شِدَادٌغِلَاظٌمَلَائِكَةٌعَلَيْهَاوَالْحِجَارَةُالنَّاسُوَقُودُهَانَارًاوَأَهْلِيكُمْأَنفُسَكُمْقُواآمَنُوالَّذِينَ
.يُؤْمَرُونَمَاوَيَفْعَلُونَأَمَرَهُمْمَااللَّهَيَعْصُونَلَا
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Kosak Kata
Bahan bakar (neraka),
manusia dan batu:وَالْحِجَارَةُالنَّاسُوَقُودُهَا
Keras dan kasar:شِدَادٌغِلَاظٌ
Munasabah dengan ayat
sebelumnya
Hubungan
antara ayat at-tahrim 6 dan 7 adalah memerintahkan supaya orang-orang, menjaga
dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,
dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada
keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka dan mengeluarkan satu ketegasan yang ditujukan kepada
orang-orang kafir, bahwa dihari kemudian nanti, tidak ada lagi gunanya mereka
itu mengemukakan uzur dan alasan, menginginkan satu kehendak dan harapan
waktu dan kesempatan untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan
dari apa yang telah dikerjakan di dunia.
Kandungan Surat
At-Tahrim 6
Dalam
ayat ini firman Allah ditunjukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari
api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan
patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya
taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api
neraka. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan
shalat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
mengerjakannya”. (Q.S Taha:132).
Dan
dijelaskan pula dengan firman-Nya:
“Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”. (Q.S
Asy Syu’ara’:214).
Diriwayatkan
bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: ”Wahai Rasulullah, kami sudah
menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW.
menjawab: “Larangan mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya
dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu
melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu
dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang memimpinnya
berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di
dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Surat
At-Thagabun 14-15
وَتَغْفِرُواوَتَصْفَحُواتَعْفُواوَإِنفَاحْذَرُوهُمْلَّكُمْعَدُوًّاوَأَوْلَادِكُمْأَزْوَاجِكُمْمِنْإِنَّآمَنُواالَّذِينَأَيُّهَايَا .عَظِيمٌأَجْرٌعِندَهُلَّهُوَافِتْنَةٌوَأَوْلَادُكُمْأَمْوَالُكُمْإِنَّمَا.رَّحِيمٌغَفُورٌاللَّهَفَإِنَّ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka)
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (14). Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar (15).
Kosak Kata:
Maka berhati-hatilah:
Memaafkan dan
menyantuni (tidak memarahi):وَتَصْفَحُواتَعْفُواوَإِن
Cobaan:فِتْنَةٌ
Munasabah dengan ayat
sebelumnya
Poin
penghubung yang paling penting dari kedua ayat ini adalah memerintahkan supaya
manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya
sekuat tenaga dan kemampuannya.
Asbabun Nuzul
Dalam
suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum
dari ahli Mekkah yang masuk islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya
menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka
pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah
mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk
menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka
turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf
bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyei anak isteri yang selalu menangisinya
apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: “kepada
siapa engkau akan titipkan kami ini”. Ia merasa kasihan kepada mereka dan
tidak jadi berangkat perang.
Kandungan Surat
At-Thagabun 14-15
Dalam
ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara isteri-isteri dan anak-anak
menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang
mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang
berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada
perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana
yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
“Akan
datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki ancur gara-gara istri dan
anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia
melakukan perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu
binasalah ia”.
Karena
ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah
dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan
lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati,
penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka.
BABIII
KESIMPULAN
Pembinaan
kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang
sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu
bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan
pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin
serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk
ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar
pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada
khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda.
Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai
dari rumah tangga atau pendidikan keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, 1999, Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani: Jakarta.
K.H.Q.
Shaleh dan H.A.A Dahlan, 2000, Asbabun Nuzul, CV Penerbit Diponegoro: Bandung
Abudin
Nata, 2002, Tafsir al-ayat at-Tarbawiyyah, PT. Raja Garfindo Persada:
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar